FILSAFAT PENDIDIKAN REALISME
Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Dosen Pengampu Dr.Suliswiyadi,
M.Ag
Disusun
Oleh :
1. Mariana
Maryanto ( 12.0305.0169
)
2. Dodo
Prastyoko (
12.0305.0170 )
3. Agung
Budi Prasetya ( 12.0305.0192
)
4. Fita
Rahmawati ( 12.0305.0207
)
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAGELANG
2012/2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Tujuan
penulis membuat makalah ini dengan judul “Filsafat Pendidikan Realisme”guna
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Filsafat Pendidikan.
Terselesainya
makalah ini tak lepas dari dukungan serta bantuan dari berbagai pihak,oleh
karena itu penulis haturkan terimakasih kepada;
1. Dr.Suliswiyadi,
M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penulisan
makalah ini.
2. Rekan-rekan
yang memberikan dukungan dan motivasi.
3. Kepada
semua pihak yang turut membantu dalam penulisan makalah ini yang tak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis
menyadari bahwa penulisan makalah ini
tentu masih jauh dari kesempurnaan,oleh karena itu kritik dan saran penulis
harapkan untuk perbaikan yang akan datang.Akhirnya penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua pembaca pada
umumnya.
Magelang
, 3 April 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
Judul.................................................................................................................... i
Kata
Pengantar.................................................................................................................. ii
Daftar Isi ...... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang....................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.................................................................................................. 2
C.
Tujuan Penulisan.................................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Realisme Pendidikan ....... 3
2. Bentuk-bentuk
Filsafat Pendidikan Realisme.................................................. ....... 4
3. Pengetahuan
tentang Filsafat Pendidikan Realisme......................................... ..... 12
4. Nilai dari Filsafat
Pendidikan Realisme................................................................. 12
5. Pendidikan
dalam Filsafat Pendidikan Realisme................................................... 13
6. Potret Guru
Dalam Filsafat Pendidikan Realisme................................................. 15
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan.......................................................................................................... 17
B.
Saran ..... 17
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Filsafat
pendidikan adalah aplikasi dari filsafat umum dalam pendidikan. Berbeda dengan
Filsafat Umum yang objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu.
Filsafat Khusus /terapan mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan
manusia yang dalam hal ini adalah pendidikan. Filsafat pendidikan menyelidiki
hakikat pelaksanaan pendidikan yang bersangkut paut dengan tujuan, latar
belakang cara dan hasilnya serta hakikat ilmu pendidikan yang bersangkut paut
terhadap struktur kegunaannya.
Seperti
halnya filsafat yang lain, filsafat pendidikanpun bersifat spekulatif,
preskriptif dan analitik. Spekulatif artinya filsafat pendidikan membangun
teori-teori tentang hakikat pendidikan manusia, hakikat masyarakat dan hakikat
dunia. Preskriptif artinya filsafat pendidikan menentukan tujuan pendidikan
yang harus diikuti dan dicapai. Analitik artinya filsafat pendidikan
menjelaskan pertanyaan-pertanyaan yang spekulatif dan perspektif.
Filsafat
ilmu pendidikan dapat dibataskan sebagai salah satu bentuk teori pendidikan
yang dihasilkan melaui riset baik kualitatif maupun kuantitatif. Filsafat
pendidikan ini perlu dipedomani para perencana pendidikan tentang tujuan, isi,
kurikulum yang merumuskan tujuan-tujuan pengubahan perilaku yang bersifat
personal, sosial dan ekonomi.
Karena
filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat umum maka filsafat
pendidikan pun terdiri beberapa aliran
seperti filsafat pendidikan idealisme, realisme, esensialisme dan pragmatisme.
Pada
dasarnya realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitas.
Realisme berbeda dengan Materialisme dan Idealisme yang bersifat Monistis.
Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan
dunia rohani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subject yang
menyadari dan mengetahui disatu pihak, dan dipihak lainya adalah adanya realita
diluar manusia, yang dapat di jadikan sebagai object pengetahuan manusia.
B.
Rumusan Masalah
Dalam Makalah ini memaparkan beberapa rumusan masalah yang ada diantaranya
:
1.
Apa arti Realisme Pendidikan ?
2.
Apa Bentuk-bentuk Filsafat
Pendidikan Realisme?
3.
Apa
pengetahuan dari filsafat pendidikan Realisme itu ?
4.
Apa
nilai dari filsafat pendidikan Realisme ?
6.
Bagaiaman potret guru dalam Realisme itu ?
C.
Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas filsafat pendidikan yang bertujuan untuk memperdalam
pengetahuan tentang filsafat pendidikan realisme. Dan memberikan pengetahuan
tentang filsafat pendidikan reaisme kepada pembaca. Diantaranya:
1.
Dapat
mengetahui realisme pendidikan
2.
Dapat
mengetahui Bentuk-bentuk Filsafat Pendidikan Realisme
3.
Dapat
mengetahui pengetahuan dari filsafat pendidikan realisme
4.
Dapat
mengetahui nilai dari filsafat pendidikan realisme
5.
Dapat
mengetahui realisme terhadap pendidikan
6. Dapat mengetahui potret guru realisme
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Realisme Pendidikan
1.
Pengertian Realisme
Pada dasarnya realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitas. Realisme berbeda
dengan materialisme dan idealisme yang bersifat monitis.Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas adalah
terdiri atas dunia fisik dan dunia rohani.Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yang subjek yang
menyadari dan mengetahui disatu pihak dan dipihak lainnya adalah adanya realita
diluar manusia yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia.(Uyoh Sadulloh : 2007 : 103)
Gagasan
filsafat realisme terlacak dimulai
sebelum periode abad masehi dimulai, yaitu dalam pemikiran murid Plato bernama
Aristoteles (384-322 SM). Sebagai murid Plato, sedikit banyak Aristoteles tentu
saja memiliki pemikiran yang sangat dipengaruhi Plato dalam berfilsafat. Dalam
keterpengaruhannya, Aristoteles memiliki sesuatu perbedaan pemikiran yang
membuatnya menjadi berbeda dengan Plato.
Ibarat Plato
memulai filsafatnya dari sebelah selatan, Aristoteles justru memulai dari
sebelah utara. Filsafat Aristoteles tampak seperti antitesis filsafat Plato
yang justru memiliki corak idealisme. Oleh karena itu, jika Plato meyakini
bahwa apa yang sungguh-sungguh ada adalah yang ada dalam alam idea, Aristoteles justru memandang bahwa apa yang di
luar alam ide, termasuk benda-benda yang terlihat indra bukanlah idea yang lahir dari replikasi yang ada dalam
pikiran atau mental.
Bagi
Aristoteles, benda-benda itu sungguh pun tidak ada yang memikirkannya ia
tetaplah ada. Keberadaanya tersebut tidak ditentukan oleh akal. Disini fokus
perhatian Aristoteles terhadap kemungkinan sampai pada konsepsi-konsepsi
tentang bentuk universal melalui kajian-kajian atas objek-objek material.
Kelak, ini akan menjadi dasar-dasar pertama bagi lahirnya fisika modern serta
sains. (Teguh Wangsa Gandhi : 2010 :
140)
2.
Pengertian Pendidikan
a.
Pendidikan adalah proses akulturasi-akulturasi
pada anggota-anggota masyarakat yang maish
muda oleh anggot-anggota masyrakat yang lebih tua.
b.
Pendidikan berkenaan dengan perkembangan
dan perubahan kelakuan anak didik. Pendidikan bertalian dengan transmisi
pengetahaun, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya
kepada generasi muda. Pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola-pola kelakuan
manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat.
c.
Pendidikan secara khusus, langeveld
mengemukakan bahwa pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh orag dewasa
kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Pendidikan secara
luas adalah usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang
berlangsung sepanjang hayat. Henderson (1959:44).
B.
Bentuk-bentuk Filsafat Pendidikan
Realisme
Realisme
merupakan aliran filsafat yang memiliki beraneka ragam bentuk. Kneller membagi
realisme menjadi dua bentuk, yaitu : 1) Realisme Rasional, 2) Realisme
Naturalis. (Uyoh Sadullah : 2007 : 103)
1. Realisme
Rasional
Realisme
rasional dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan
realisme religius. Bentuk utama dari realisme religius ialah “Scholastisisme”.
Realisme klasik ialah filsafat Yunani yang pertama kali dikembangkan oleh
Aristoteles, sedangkan realisme religius, terutama Scholatisisme oleh Thomas
Aquina, dengan menggunakan filsafat Aristoteles dalam membahas teologi gereja.
Thomas Aquina menciptakan filsafat baru dalam agama kristen, yang disebut
tomisme, pada saat filsafat gereja dikuasai oleh neoplatonisme yang dipelopori
oleh Plotinus.
Realisme
klasik maupun realisme religius menyetujui bahwa dunia materi adalah nyata, dan
berada diluar fikiran (idea) yang mengamatinya. Tetapi sebaliknya, tomisme
berpandangan bahwa materi dan jiwa diciptakan oleh Tuhan, dan jiwa lebih
penting daripada materi karena Tuhan adalah rohani yang sempurna. Tomisme juga
mengungkapkan bahwa manusia merupakan suatu perpaduan/kesatuan materi dan
rohani dimana badan dan roh menjadi satu. Manusia bebas dan bertanggung jawab
untuk bertindak, namun manusia juga abadi lahir ke dunia untuk mencintai dan
mengasihi pencipta, karena itu manusia mencari kebahagiaan abadi.
a.
Realisme klasik
Realisme
klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional. Realisme klasik
berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki ciri rasional. Dunia
dikenal melalui akal, dimulai dengan prinsip “self evident”, dimana manusia
dapat menjangkau kebenaran umum. Self evident merupakan hal yang penting
dalam filsafat realisme karena evidensi merupakan asas pembuktian tentang
realitas dan pembenaran sekaligus. Self evident merupakan suatu bukti
yang ada pada diri (realitas, eksistensi) itu sendiri. Jadi, bukti tersebut
bukan pada materi atau pada realitas yang lain. Self evident merupakan
asas untuk mengerti kebenaran dan
sekaligus untuk membuktikan kebenaran. Self evident merupakan asas bagi
pengetahuan artinya pengetahuan yang benar buktinya ada didalam pengetahuan
atau kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Pengetahuan
tentang Tuhan, sifat-sifat Tuhan, eksistensi Tuhan, adalah bersifat self
evident. Artinya bahwa adanya Tuhan tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti
lain sebab Tuhan itu self evident. Sifat Tuhan itu Esa, artinya Esa hanya
dimiliki Tuhan, tidak ada yang menyamainya terhadap sifat Tuhan tersebut.
Eksistensi Tuhan merupakan prima kausa, penyebab pertama dan utama dari
segala yang ada, yakni merupakan penyebab dari realitas alam semesta. Sebab,
dari semua kejadian yang terjadi pada alam semesta. Tujuan pendidikan bersifat
intelektual. Memperhatikan intelektual adalah penting, bukan saja sebagai
tujuan, melainkan dipergunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah.
Bahan
pendidikan yang esensial bagi aliran ini, yaitu pengalaman manusia. Yang
esensial adalah apa yang merupakan penyatuan dan pengulangan dari pengalaman
manusia. Kneller (1971) mengemukakan bahwa realisme klasik bertujuan
agar anak menjadi manusia bijaksana, yaitu seorang yang dapat menyesuaikan diri
dengan baik terhadap lingkungan fisik dan sosial. “For the classical realist
the purpose of education is enable the pupil to become an intellectually well-balanced
person, as against one who is symply well adjust to the physical and social
amvironment”.
Menurut
Aristoteles, terdapat aturan, terdapat
aturan moral universal yang diperoleh dengan akal dan mengikat manusia sebagai
mahklul nasional. Di sekolah lebih menekankan perhatiannya pada mata pelajaran (subject
matter), namun, selain itu, sekolah harus menghasilkan individu-individu
yang sempurna. Menurut pandangan Aristoteles,manusia sempurna adalah manusia
moderat yang mengambil jalan tengah. Pada anak harus diajarkan ukuran moral
absolute dan universal, sebab apa yang diklatakan baik atau benar adalah untuk
keseluruhan umat manusia, bukan hanya untuk suatu ras atau suatu kelompok masyarakat
tertentu. Hal ini penting bagi anak untuk mendapatkan kebiasaan baik.Kebaikan
tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dipelajari.
b.
Realisme religious
Realisme religious dalam pandangannya tampak dualistis.Ia berpendapat bahwa
terdapat dua order yang terdiri atas “order natural” dan
“order supernatural”. Kedua order tersebut berpusat pada tuhan. Tuhan
adalah pencipta semesta alam dan abadi. Pendidikan merupakan suatu proses untuk
meningkatkan diri, guna mencapai yang abadi. Kemajuan diukur sesuai dengan yang
abadi tersebut yang mengambil tempat dalam alam.Hakikat kebenaran dan kebaikan
memiliki makna dalam pandangan filsafat ini.Kebenaran bukan dibuat, melainkan
sudah ditentukan, dimana belajar harus mencerminkan kebenaran tersebut.
Menurut pandangan aliran ini, struktur social berakar pada aristokrasi dam
demokrasi. Letak aristokrasinya adalah pada cara meletakan kekuasaan pada yang
lebih tahu dalam kehidupan sehari-hari. Demokrasinya berarti bahwa setiap orang
diberi kesempatan yang luas untuk memegang setiap jabatan dalam struktur
masyarakat. Hubungan antara gereja dan Negara, adlah menjaga fundamental dasar
dualism antara order natural dan order supernatural. Minat Negara
terhadap pendidikan bersifat natural, karena Negara memiliki kedudukan lebih
rendah dibandingkan dengan gereja.Moral pendidikan berpusat pada ajaran
agama.Pendidikan agama sebagai pedoman bagi anak untuk mencapai Tuhan dan
Akhirat.
Menurut realisme religious, karena keteraturan dan keharmonisan alam
semesta sebagai ciptaan tuhan, maka manusia harus mempelajari alam sebagai
ciptaan tuhan.Tujuan utama pendidikan mempersiapkan individu untuk dunia dan
akhirat.Tujuan pendidikan adalah mendorong siswa memiliki keseimbangan
intelektual yang baik, bukan semata-mata penyesuaian terhadap lingkungan fisik
dan social saja.William Mc Gucken (Brubacher, 1950), seorang pengikut
aristoteles dan Thomas aquina yang berakar pada metafisika dan epistimologi,
membicarakan pula natural dan supernatural. Menurut Gucken, tanpa
Tuhan tidak ada tujuan hidup, dan pada akhirnya tidak ada tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan adalah mempersiapkan manusia untuk hidup didunia sekarang
dalam arti untuk mencapai tujuan akhir yang abadi untuk hidup didunia sana.
Pandangannya tentang moral, realism religious menyetujui bahwa kita dapat
memahami banyak hokum moral dengan mengunakan akal, namun secara tegas
beranggapan bahwa hukum-hukum moral tersebut diciptakan oleh Tuhan.Tuhan telah
memberkahi manusia dengan kemampuan rasional yang sangat tinggi untuk memahami
hukum moral tersebut.Tidak seperti halnya realisme natural yang hanya terbatas
pada moral alamiah, realisme religious beranggapan bahwa manusia diciptakan
memiliki kemampuan untuk melampaui alam natural, yang pada akhirnya
dapat mencapai nilai supernatural.Tujuan pendidikan adalah keselamatan
atau kebahagiaan jasmani dan rohani sekaligus.Anak yang lahir pada dasarnya
rohaninya dalam keadaan baik, penuh rahmat, diisi dengan nilai-nilai
ketuhannan. Anak akan menerima kebaikan dan menjauhi kejahatan bukan hanya
karena perintah akal, melainkan juga karena perintah Tuhan.
Johan Amos Comenius merupakan pemikir pendidikan yang dapat digolongkan
pada realisme religious, mengemukakan bahwa semua manusia harus berusaha untuk
mencapai dua tujuan.Pertama, keselamatan dan kebahagiaan hidup yang abadi. Kedua,
keadaan dan kehidupan dunia yang sejahtera dan damai.Tujuan pertama merupakan
tujuan yang inheren dalam diri manusia, dimana tujuannya terletak diluar
hidup ini.Pada tujuan yang kedua, Comenius tampaknya memandang kebahagiaan dan
perdamaian dunia merupakan sebahagiaan dari kebahagiaan hidup yang abadi.
Berbicara tentang pendidikan, Comenius (price, 1962) mengemukakan bahwa
pendidikan harus universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling
rendah, dan merupakan suatu kewajiban.Pada tingkat pendidikan yang paling
rendah, dan merupakan suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling
rendah , anak akan menerima jenis pendidikan yang sama. Pembvawaan dan sifat
manusia sama pada semua orang. Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses
pendidikan harus seragam. Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnta, dimana
ia dapat mencapainya. Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang paling
tinggi tidak boleh hanya ada satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka
ragam jenis pendidikan.Anak yang cacat pancaindera, jasmani maupun mental,
tidak diperkenankan mengikuti pendidikan, dalam arti bersama-sama dengan anak
normal.Mereka harus mendapatkan pelayanan khusus.
Comenius dalam bukunya “Didacita Magna” (Didaktik besar), dan “Orbis
Sensualium Pictus” (Dunia panca indera dengan gambar-gambar) merupakan
peletak dasar didaktik modern.Ia mengubah cara berfikir anak yan deduktif
spekulatif dengan cara berfikir induktif, yang merupakan metode berfikir
ilmiah. Peragaan merupakan suatu keharusan dalam proses belajar mengajar ,
sehingga ia dijuluki sebagai bapak keperagaan dalam belajar mengajar. Beberapa
prinsip mengajar yang dikemukakan oleh Comenius adalah sebagai berikut :
a)
Pelajaran harus didasarkan pada minat siswa keberhasilan dalam belajar
tidak karena dipaksakan dari luar, melainkan merupakan suatu hasil perkembangan
dari dalam pribadinya.
b)
Pada waktu permulaan belajar, guru harus menyusun out line secara garis
besar dari setiap mata pelajaran.
c)
Guru harus menyiapkan dan menyampaikan informasi tentang garis-garis besar
pelajaran sebelum pelajaran dimulai, atau pada waktu permulaan pelajaran.
d)
Kelas harus diisi dengan
gambar-gambar, peta, motto, dan sejenisnya yang berkaitan dengan rencana
pelajaran yang akan diberikan.
e)
Guru menyampaiakan pelajaran
sedemikian rupa, sehingga pelajaran merupakan suatu kesatuan. Setiap pelajaran
merupakan suatu keseimbangan dari pelajaran sebelumnya, dan untuk perkembangan
pengetahuan secara terus-menerus.
f)
Apapun yang dilakukan guru,
hendaknya membantu untuk pengembangan hakikat manusia. Kepada siswa ditunjukan kepentingan yang praktis dari setiap system nilai.
g)
Pelajaran dalam subjek yang sama diperuntukan bagi semua anak.
2. Realisme Natural Ilmiah
Realisme natural ilmiah menyertai lahirnya sains eropa pada abad kelima
belas dan keenam belas, yang dipelopori oleh Francis Bacon, John Locke,
Galileo, David Hume, John Stuart Mill, dan lain-lainnya. Pada abad kedua puluh
tercatat pemikiran-pemikiran seperti Ralph Borton Perry, Alferd Nortt
Whitehead, dan Betrand Russel.
Realism
natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan system
syaraf yang kompleks dan secara inheren berpembawaan social (social
disposition).Apa yang dinamakan berfikir merupakan fungsi yang sangat
kompleks dari organism yang berhubungan dengan lingkungannya. Kebanyakan
penganut realism natural menolak eksistensi kemauan keras (free will).Mereka
bersilang pendapat dalam hal bahwa individu ditentukan oleh akibat lingkungan
fisik dan social dalam struktur genetiknya. Apa yang tampaknya bebas memilih ,
kenyataannya merupakan suatudeterminasi kausal (ketentuan sebab akibat).
Menurut realisme natural ilmiah, filsafat mencoba meniru objektivitas
sains.Karena dunia sekitar manusia nyata, maka tugas sainslah untuk meneliti
sifat-sifatnya. Tugas filsafa mengkordinasikan konsep-konsep dan temuan-temuan
sains yang berlainan dn berbeda-beda. Perubahan merupakan realitas yang sesuai
dengan hokum-hukum alam yang permanen, yang menyebabkan akam semesta sebagai
suatu struktur yang berlangsung terus, karena dunia bebas dari manusia dan
diatur oleh hukum alam, dan manusia memiliki sedikit control, maka sekolah
harus menyediakan subject matter yang akan memperkenalkan anak dengan
dunia sekelilingnya.
Pandangannya tentang teori pengetahuan (epistemology), realisme natural
ilmiah mengatakan bahwa dunia yang kita amati bukan hasil kreasi akal atau jiwa
(mind) manusia, melainkan dunia sebagaimana adanya. Subtansialitas,
sebab akibvat, dan aturan-aturan alam bukan suatu proyeksi akal, atau jiwa
manusia, melainkan merupakan suatu penampilan atau penampakan dari dunia atau
alam itu sendiri.
Teori kebenaran yang dipergunakan oleh kaum realism natural ilmiah adalah
teori “korespondensi” tentang kebenaran, yang menyatakan bahwa kebenaran itu
adalah persesuaian terhadap fakta dengan situasi yang nyata, kebenaran
merupakan persesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan faktanya sendiri,
atau antara fikiran dengan realitas situasi lingkungannya. Teori ini sebagai
suatu penolakan terhadap teori koherensi, yang pada umumnya dipergunakan oleh
kaum idealis, yang mengemukakan bahwa pengetahuan itu benar karena selaas atau
bertalian dengan pengetahuannya yang telah ada.Menurut teori korespondensi, pengetahuan
baru itu dikatakan benar apabila sesuai dengan teori atau pengetahuan terdahulu
yang telah ada, karena teori yang telah ada tersebut adalah benar, sesuai
dengan fakta, sesuai dengan situasi nyata.
Jadi,
menurut realisme ilmiah, pengetahuan yang shahih adalah pengetahuan yang
diperolah melalui pengalaman empiris, dengan jalan observasi, atau
penginderaan.Teori pengetahuan yang mereka ikuti adalah teori pengetahuan
“empirisme”, seperti yang diuraikan terdahulu.Menurut empirisme, pengalaman
merupakan factor fundamental dalam pengetahuan, sehingga merupakan sumber dari
pengetahuan manusia.
Pandangannya tentang nilai, mereka menolak pendapat bahwa nilai memiliki
sanksi supernatural, kebaikan adalah yang menghubungkan manusia dengan
lingkungannya. Sebaliknya, kejahatan adalah yang menjauhkan manusia
dari lingkungannya. Esensi manusia dan esensi alam adalah tetap, maka nilai
yang menghubungkan antara yang satu dengan yang lainnya adalah tetap. Lembaga-lembaga dan praktik social diseluruh dunia sangat berlainan dan
berbeda-beda, namun memiliki landasan nilai yang sama. Kaum idealism menganggap
bahwa kaum manusia pada dasarnya sempurna, sedangkan kaum realism natural
menerima sebagaimana adanya, tidak sempurna.
Realisme natural mengajarkan bahwa baik dan salah adalah hasil tentang
pengalaman kita tentang alam, bukan dari prinsip-prinsip nilai agama atau dari
luar ala mini.Moralitas dilandasi oleh hasil penelitian ilmiah yang menunjukan
kemanfaatannya pada manusia sebagai spesies tertinggi dari hewan.Sakit adalah
jahat, dan sehat adalah baik.Manusia harus meningkatkan kebaikan-kebaikan
dengan menggunakan ukuran-ukuran untuk memperbaiki konstitusi genetic,
mengatasi kesejahteraan dengan perbaikan lingkungan dimana manusia hidup.
Mengenai konsep pendidikan realism natural, Brucher (1950) mengemukakan
bahwa pendidikan berkaitan dengan dunia disini dan sekarang.Dunia bukan sesuatu
yang eksternal, tidak abadi, melainkan diatur oleh hukum alam.Jiwa (mind)
merupakan produk alam dan bersifat biologis, berkembang dengan cara
menyesuaikan diri dengan alam. Pendidikan menurut realism natural haruslah
ilmiah dan yang menjadi objek penelitiannya adalah kenyataan dalam alam.
Seorang ahli sains dapat mencatat dengan tepat apa yang dipelajarinya,
termasuk dalam mempelajari kenyataan-kenyataan social. Bagi mereka tidak ada
kesangsian terhadap apa yang dipelajari berdasarkan kenyataan, karena kebeneran
diperolehnya dari kenyataan. Oleh karena
itu, kurikulum yang baik adalah yang berdasarkan data dan realitas.Mereka
mendasarkan penelitian ilmiah melalui psikologi pendidikan dan sosiologi
pendidikan dalam menentukan kurikulumnya.Psikologi mereka adalah
behavioristik.Ide atau jiwa anak yang bersifat supernatural tidak memperoleh
tempat dalam pandangan mereka.Pendidikan cenderung pada naturalism,
materialism, dan makenistik.
Baik realisme rasional maupun realisme natural ilmiah sependapat bahwa
menanamkan dan pemilihan pengetahuan yang akan diberikan disekolah adalah
penting. Inisiatif dalam pendidikan adalah terletak pada uru, yang menentukan
bahan pelajaran yang akan dibahas dalam kelas adalah guru, bukan siswa. Materi
atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberikan kepuasan
pada minat dan kebutuhan siswa.Namun, yang paling penting bagi guru adalah
bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasan
terhadap minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat untuk mencapai
tujuan pendidikan, merupakan suatu strategi mengajar yang bermanfaat.
3. Neo-Realisme dan Realisme
Kritis (Uyoh Sadulloh : 2007 : 110)
Selain aliran-aliran realism diatas, masih ada lagi pandangan-pandangan
lain, yang termasuk realism.Aliran tersebut disebut “Neo-Realisme” dari
Frederick Breed, dan “Realisme Kritis” dari Immanuel Kant.Menurut pandangan
Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip-prinsip
demokrasi.Prinsip demokrasi adalah hormat dan menghormati atas hak-hak
individu.Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima arah
tuntunan social dan individual.Istilah demokrasi harus didefinisikan kembali
sebagai pengawasan dan kesejahteraan social.
Realisme kritis didasarkan atas pemikiran Immanuel Kant, seorang pesintesis
yan besar.Ia mensitesiskan pandangan-pandangan yan berbeda, antara empirisme
dan rasionalisme, antara skepitisme dan paham kepastian, antara eudaeomanisme
dengan puritanisme. Ia bukan melakukan eklektisisme yang dangkal. Melainkan,
suatu sintesis asli yang menolak kekurangan-kekurangan dari kedua belah pihak
yang disintesiskannya. Dan ia membangun filsafat yang kuat.
Menurut Kant, semua pengetahuan mulai dari pengalaman, namun tidak berarti
semuanya dari pengalaman. Objek luar dikenal melalui indera, namun pikiran atau
rasio, atau pengertian, mengorganisasikan bahan-bahan yang diperoleh dari
pengalaman tersebut.Pikiran tanpa isi adalah kosong, dan tanggapan tanpa
konsepsi adalah buta. Demikian kata Kant.:Thoughts without content are empty, percepts without
concepts are blind” (Henderson, 1959 : 218).
Selanjutnya, menurut Kant, pengalaman tidak hanya sekedar warna, suara, bau
yang diterima alat indera, melainkan hal-hal tersebutdiatur dan disusun menjadi
suatu bentuk yang terorganisasi oleh pikiran kita.Pengalaman merupakan suatu
interpretasi tentang benda-benda yang kita terima melalui alat indera kita.Dan
di dalam interpretasi tersebut kita mempergunakan suatu struktur untuk
mengorganisasi benda-benda.
Lebih lanjut Kant mengemukakan, bahwa manusia telah dilengkapi dengan
seperangkat kemauan, sehingga kita dapat member betuk terhadap data mentah yang
kita amati. Dengan demikian, kita mungkin memiliki pengetahuan apriori, yang
tidak perlu untuk mengalami sendiri untuk mendapatkan pengetahuan yang
fundamental, dan pengetahuan yang aposteriori, pengetahuan yang didasarkan pada
pengalaman.Manusia tidak bisa mengetahui realitas yang sebenarnya, melainkan
suatu realitas di luar pengalaman, dan merupakan objek pengetahuan.Kant
mengaui, bahwa manusia tidak hanya memiliki kemampuan alamiah, melainkan juga
memiliki kemampuan agama dan moral. Semua aliran filsafat pendidikan menyetuJi bahwa :
1) Proses pendidikan berpusat
pada tugas mengembangkan laki-laki dan wanita yang hebat dan kuat.
2) Tugas
manusia di dunia adalah memajukan keadilan dan kesejahteraaan umum.
3) Kita
seharusnya memandang bahwa tujuan akhir pendidikan adalah memecahkan masalah-masalah
pendidikan.
Power (1982) mengemukakan implikasi pendidikan realisme sebagai berikut :
a) Tujuan Pendidikan
Penyesuaian hidup dan tanggung jawab social.
b) Kedudukan siswa
Dalam hal pelajaran, menguasai pengetahuan yang
handal, dapat dipercaya.Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial
untuk belajar.Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang
baik.
c) Peranan Guru
Menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras
menuntut prestasi dari siswa.
d) Kurikulum
Kurikulum komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna.Berisikan
pengetahuan liberal dan pengetahuan praktis.
e) Metode
Belajar tergantung pada pengalaman, baik langsung atau tidak
langsung.Metode penyampaian harus logis dan psikologis.Metode Conditioning
(SR) merupakan metode utama bagi realisme sebagai pengikut behaviorisme.
C.
Pengetahuan Filsafat Pendidikan
Realisme
Pengetahuan adalah informasi atau
maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk,
tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara
Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna.
Dalam pengertian lain, pengetahuan
adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan
akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk
mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru
dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma
masakan tersebut.
Pengetahuan diperoleh manusia
bersumber dari pengalaman. Realisme menganut “prinsip independensi” yang
menyatakan bahwa pengetahuan manusia tentang realitas tidak dapat mengubah
substansi atau esensi realitas karena sebuah realitas bersifat objektif.
Kebenaran pengetahuan diuji kesesuaiannya dengan fakta di dalam dunia material
atau pengalaman dria. Teori ini dikenal sebagai Teori Korespondensi.
D.
Nilai Filsafat Pendidikan Realisme
Penganut
aliran realisme sependapat dengan penganut idealis bahwa nilai yang mendasar
adalah pada dasarnya permanen, tapi mereka berbeda diantara mereka sendiri dan
alasan mereka. Realis klasik penedapat dengan Aristoteles bahwa ada
undang-undang moral universal, tersedia untuk berbagai alasan dan mengikat pada
seluruh rasional manusia.
Realistsepakat
bahwa guru harus menjadi bagian dalam merumuskan nilai-nilai tertentu. Moral
dasar dan standar keindahan yang diajarkan pada siswa yang tidak berdampak pada
isu terkini. Anak-anak harus memahami secara jelas mengenai sifat dasar
kebenaran dan salah, memberikan perhatian pada tujuan yang baik dan indah
berdasarkan pada perubahan moral dan keindahan mode. Tingkah laku manusia
diatur oleh hukum alam dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh
kebijaksanaan yang telah teruji.
Karena
manusia adalah bagian dari alam, maka manusia harus tunduk kepada hukum-hukum
alam. “Tingkah laku manusia diatur oleh hokum alam, dan pada tingkat yang lebih
rendah diuji melalui konvensi atau kebiasaan , dan adat istiadat di dalam
masyarakat.” (Edward J. Power)
Nilai-nilai
individual dapat diterima apabila sesuai dengan nilai-nilai umum masyarakatnya.
Pendapat umum masyarakat merefleksikan status quo realitas masyarakat; dank
arena realitas masyarakat merepresentasikan kebenaran yang adalah ke luar dari
mereka sendiri, serta melebihi pikiran, maka hal itu berguna sebagai suatu
standar untuk menguji validitas nilai-nilai individual.” (Callahan and Clark,
1983)
E.
Pendidikan dalam Realisme.
1. Pendidikan Sebagai Institusi
Sosial
John Amos
Comenius di dalam bukunya Great Didactic, mengatakan bahwa manusia tidak
diciptakan hanya kelahiran biologinya saja. Jika ia menjadi seorang manusia,
budaya manusia harus memberi arah dan wujud kepada kemampuan dasarnya.
Dalam
bukunya Membangun Filsafat Pendidikan, Harry Broudy secara eksplisit ia
menekankan bahwa masyarakat mempunyai hak dengan mengabaikan keterlibatan
pemerintah, yang akan membawa pendidikan formal di bawah wilayah hukumnya
karena ini merupakan suatu lembaga atau institusi sosial.
Implikasinya
: pendidikan adalah kebutuhan dasar dan hak yang mendasar bagi manusia dan
kewajiban penting bagi semua masyarakat untuk memastikan bahwa semua anak-anak
dilahirkan dengan pendidikan yang baik.
2. Siswa
Guru adalah
pengelola KBM di dalam kelas (classroom is teacher-centered), guru penentu
materi pelajaran, guru harus menggunakan minat siswa yang berhubungan dengan
mata pelajaran, dan membuat mata pelajaran sebagai sesuatu yang kongkret untuk
dialami siswa. Siswa berperan untuk menguasai pengetahuan yang diandalkan,
siswa harus taat pada aturan dan disiplin, sebab aturan yang baik sangat
diperlukan untuk belajar. Siswa memperoleh disiplin melalui ganjaran dan
prestasi.
3.
Tujuan Pendidikan
Tujuan
pendidikan realisme adalah untuk “ penyesuaian diri dalam hidup dan mampu
melaksanakan tanggung jawab sosial. Pendidikan bertujuan agar siswa dapat
bertahan hidup di dunia yang bersifat alamiah, memperoleh keamanan dan hidup
bahagia, dengan jalan memberikan pengetahuan esensial kepada siswa. Pengetahuan
tersebut akan memberikan keterampilan-keterampilan yang penting untuk
memperoleh keamanan dan hidup bahagia.
4. Proses Pendidikan
a.
Kurikulum
Kurikulum
pendidikan sebaiknya meliputi :
a)
Sains dan Matematika,
b)
Ilmu-ilmu kemanusiaan dan sosial,
c)
Nilai-nilai.
Kurikulum
yang baik diorganisasi menurut mata pelajaran dan berpusat pada materi
pelajaran (subject matter centered) yang diorganisasi menurut
prinsip-prinsip psikologi belajar. Kurikulum direncanakan dan diorganisasi oleh
guru/orang dewasa (society centered).Isi kurikulum harus berisi
pengetahuan dan nilai-nilai esensial agar siswa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
alam, masyarakat, dan kebudayaannya.
b.
Metode Pendidikan
Pembiasaan
merupakan metode utama bagi filsuf penganut behaviorisme Metode mengajar yang
disarankan bersifat otoriter. Guru mewajibkan siswa untuk dapat menghafal,
menjelaskan, dan membandingkan fakta-fakta, menginterprestasi
hubungan-hubungan, dan mengambil kesimpulan makna-makna baru.
c.
Evaluasi
Guru harus
menggunakan metode-metode objektif dengan
mengevaluasi dan memberikan jenis tes yang memungkinkan untuk dpt mengukur
secara tepat pemahaman siswa tentang materi-materi esensial. Untuk
tujuan motivasi guru memberikan ganjaran terhadap siswa yang mencapai sukses.
F. Potret Guru dalam Filsafat Pendidikan Realisme
Pahun 1987,
saat usia lima (tahun), saya tinggal di Merauke, Papua, tepatnya di sebuah
kampung kecil: Erom I. Saya tumbuh dan berkembang di kampung ini. Saya
menyelesaikan pendidikan sekolah dasar (SD) di kampung ini pula. Para guru
rajin masuk kelas dan mengajar kami dengan tekun dan setia. Sejak kelas I SD
kami diajari mengenal huruf, menulis, membaca dan berhitung. Kalau belum bisa
menulis, membaca dan berhitung, maka tidak bisa naik ke kelas II.
Kami juga
diajari tata krama, sopan santun dan kerapian diri. Setiap pagi kami berbaris
di depan pintu masuk. Wali kelas berdiri di depan pintu masuk, sambil memegang
kayu, setiap murid dipanggil masuk kelas. Saat tiba di pintu, wali kelas
memeriksa kerapian diri kami, mulai dari kuku jari tangan dan kaki, rambut,
buku pelajaran, dan lain-lain. Kalau ada yang ‘tidak beres’, maka akan mendapat
hukuman.
Kami juga
diminta membawa kayu bakar untuk para guru. Dan pada lain kesempatan kami juga
diminta untuk membantu para guru bekerja di kebun/sawah milik guru. Kami juga
memiliki kebun sendiri. Setiap kelas dipersilakan membuat kebun. Para guru
mendidik kami secara seimbang, mulai dari aspek intelektual, spiritual,
emosional dan solidaritas.
Pengalaman
demikian, saat ini jarang dijumpai lagi. Sebagian besar guru yang ditugaskan di
pedalaman tidak betah tinggal di kampung-kampung untuk mendidik dan mengajar
anak-anak. Sewaktu saya bekerja di Agats-Asmat, Papua, saya menyaksikan para
guru lebih memilih tinggal di kota Agats, ketimbang mengajar di kampung tempat
mereka bertugas.
Akibatnya,
anak-anak Papua yang tinggal di kampung-kampung tidak dapat memperoleh
pendidikan dan pengajaran secara layak. Pada tgl 27 Oktober 2012 silam, harian
Cenderawasih Pos memuat tulisan mengenai keluh kesah Kepala Kampung Sangke,
Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom, Benediktus Rehywi mengungkapkan yang
mengungkapkan bahwa: “Sekolah yang dibangun pemerintah dua kelas, saat ini
tinggal bangunan kosong dan tidak lagi digunakan sebagai tempat belajar
mengajar. Tidak ada kegiatan belajar di sekolah, karena tidak pernah ada guru
yang ditugaskan di Kampung Sangke. Kalau pun ada guru, hanya guru honor yang
ditugaskan, tapi saat ini sudah tidak pernah datang mengajar lagi. Tenaga
pengajar sampai saat ini tidak ada sehingga anak–anak di Kampung Sangke masih
banyak yang belum bisa mengenal huruf, apa lagi menulis dan membaca.”
Penggalan
kisah tersebut hanyalah satu dari aneka persoalan pendidikan yang sedang
terjadi di tanah Papua. Ada banyak guru, tetapi penyebaran tidak merata.
Walaupun dari segi data, ada begitu banyak guru yang ditempatkan di daerah
pedalaman, tetapi tidak ada yang mau tinggal di kampung. Para guru lebih
memilih tinggal di kota.
Pada tahuan
1980-an, saya masih mengalami para guru yang setia mengajar di kampung-kampung
terpencil. Mereka adalah para guru dari Key, Jawa, Flores. Mereka tinggal
dengan masyarakat di kampung. Namun, semangat pengabdian para guru saat ni
mulai memudar. Para guru modern zaman ini, lebih suka tinggal di kota,
ketimbang melaksanakan tugas di pedalaman.
Ironinya,
guru-guru yang malas mengajar sebagian adalah guru-guru yang berasal dari
kampung-kampung di pedalaman Papua. Entah, apa yang merasuki mereka sehingga
semangat pengabdian dan pelayanan kepada anak-anak usia sekolah kian memudar.
Dan lebih ironi lagi, karena para guru malas mengajar, tetapi mereka menerima
gaji dan aneka tunjangan daerah terpencil.
Melihat
realitas ini, ada sebagian orang yang ingin kembali ke masa lalu. Mereka ingin
mengenang dan mengulang pengabdian para guru tempoe doeloe. Para guru
Key, Jawa dan Flores meninggalkan kampung halamannya dan datang ke pedalaman
Papua. Mereka ini sungguh-sungguh bekerja untuk orang-orang Papua yang tinggal
di daerah terpencil.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari paparan diatas dapat
disimpulkan bahwa Realisme berpendapat bahwa hakikat realitas adalah terdiri
atas dunia fisik dan dunia rohani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yang subjek yang
menyadari dan mengetahui disatu pihak dan dipihak lainnya adalah adanya realita
diluar manusia yang dapat dijadikan sebagai objek pengetahuan manusia. Bahan
pendidikan yang esensial bagi aliran realism
klasik adalah pengalaman manusia. Yang esensial
adalah apa yang merupakan penyatuan dan pengulangan dari pengalaman manusia.
Sedangkan Menurut
realisme ilmiah, pengetahuan yang shahih adalah pengetahuan yang diperolah
melalui pengalaman empiris, dengan jalan observasi, atau penginderaan.
Kneller membagi realisme menjadi dua bentuk, yaitu : 1) Realisme Rasional,
2) Realisme Naturalis. Namun,
masih ada lagi pandangan-pandangan lain, yang termasuk realisme. Aliran
tersebut disebut “Neo-Realisme” dari Frederick Breed, dan “Realisme Kritis”
dari Immanuel Kant.
Implikasinya Realisme dalam pendidikan
adalah kebutuhan dasar dan hak yang mendasar bagi manusia dan kewajiban penting
bagi semua masyarakat untuk memastikan bahwa semua anak-anak dilahirkan dengan
pendidikan yang baik.
B.
Saran
Pepatah bijak mengatakan bahwasanya orang mengkritik
kita, diartikan juga bahwa orang tersebut sayang pada kita. Begitupun kami sampaikan
apa yang menjadi keinginan kami terhadap pembelajaran Filsafat Pendidikan yaitu
ingin lebih menarik dan menyenangkan. Dan semoga ini semua bisa menjadi hal
pembangun di masa yang akan datang. Aminn
Sudah selayaknya kita mengoptimalkan akal ini untuk
berfikir, jangan sampai kita terus memanjakan akal ini dengan berfikir hal –
hal yang mudah, sekali – kali marilah kita belajar Filsafat, agar akal ini
mampu berkembang dan berfikir secara dalam. Ingatlah perkataan dari KH. Abdul
Rahmat bahwa seorang pahlawan itu adalah orang yang mampu berfikir secara dalam
dan mempunyai pandangan yang luas.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø prof.dr.s.
nasution,ma. Sosiologi pendidikan.pt bumi aksara.jakarta 1999
Ø Sadullah,uyoh.2011.pengantar
filsafat pendidikan.bandung.alfabeta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar